Powered By Blogger

Profile

Foto saya
Just the notes to make my mind development as a journal.

Julukan

| Minggu, 23 Januari 2011 | 0 komentar |
Sobat PAI. Community,
          Julukan atau 'alam laqob (dalam istilah 'arab) merupakan panggilan untuk seseorang, yang diberikan oleh orang yang mengenalnya. berbagai macam julukan diberikan sebagai ungkapan rasa yang mencerminkan objek penerima julukan, mulai dari julukan baik sampai yang jelek sesuai prehensi orang yang memberi julukan pada penerima julukan, prehensi disini adalah cara pandang, cara mengartikan, memahami dan menerima atau menolak dari subjek pada objek. 

          Terlepas dari devinisi yang panjang lebar itu, ternyata Julukan mempunyai arti sendiri dalam kelompok atau masa tertentu, sehingga julukan atau panggilan tidak lagi dilihat dari arti julukan itu sendiri, namun lebih sebagai panggilan keakraban yang terwujud dari pemahaman pemberi julukan akan objek penerima julukan, sehingga untuk memberi julukan, seseorang tidak perlu susah-susah memilih julukan, karena pada hakikatnya julukan adalah prehensi positif dari subjek ke objek, baik itu julukan baik ataupun jelek, karena, meskipun julukan itu jelek, akan tetapi itu tetap merupakan suatu produk dari pemahaman subjek pada objek, sehingga pemberi julukan sudah tentu merupakan orang yang sangat mengerti tentang objek penerima julukan.

Asbabul Laqob

          Untuk memahami tentang Julukan seseorang, kita perlu mengetahui tentang "Asbabul Laqob" dari julukan tersebut, Asbabul Laqob adalah sebab-sebab julukan itu diberikan pada objek penerima julukan. sebagaimana contoh "Abu Hurairah" (Bapak Kucing) yang memiliki nama asli Abdurrahman Bin Shakhr, beliau merupakan sahabat Nabi yang paling banyak meriwayatkan hadist yaitu sebanyak 5.374 hadist, namun terlepas dari itu, sebagai manusia dia sangat menyayangi kucing, dan itulah sebabnya dia menerima Julukan Abu Hurairah (Bapak Kucing).

           Setelah mengetahui Asbabul Laqob Julukan seseorang, kita dapat menilai atau paling tidak menduga bahwa julukan itu adalah gambaran dari sebagian kecil kehidupan dan perilaku objek Prehensi atau penerima Julukan. Setelah itu kita bisa membuat hipotesa tentang deskripsi objek prehensi, baik atau jeleknya sesuai dengan Julukan atau laqob yang diberikan.

Kesesuaian Julukan

           Terlepas dari Asbabul Laqob, ternyata masih banyak kehidupan atau perilaku yang tidak terwakili oleh satu julukan yang diberikan, sehingga seseorang mungkin memiliki lebih dari satu julukan yang mana setiap julukan mewakili sebagian dari dirinya. akan tetapi sebanyak apapun julukan yang dimiliki seseorang tetap belum mewakili pribadi seseorang, karena hakikat julukan adalah gambaran dari sebagian kecil dari pribadi yang kompleks akan perkembangan dan pertumbuhan. Jadi, ketika julukan itu diberikan, pemberi julukan berempati dengan memahami objeknya, kemudian mewujudkannya dengan julukan yang diberikan sesuai dengan kondisi objek penerima julukan. Namun kesesuaian itu tidaklah rigid atau tetap, karena objek terus berubah dan berkembang, sehingga kesesuaian julukan yang diberikan pada saat ini, belum tentu sesuai pada saat yang akan datang. Sebagaimana contoh, pada waktu berumur 12 tahun saya dijuluki "Kopler" atau orang yang tidak punya adab, etika dan moral, karena memang pada umur 12 tahun saya adalah orang yang suka mengumpat kesemua orang dan di manapun saya berada, serta dalam kondisi apapun, saya adalah orang yang tak memperdulikan sopan santun. Maka julukan itu sesuai dengan sikap dan perilaku saya pada saat berumur 12 tahun. Namun, kesesuaian itu mulai pudar ketika saya beranjak dewasa dan memahami tentang sopan santun serta mengaplikasikannya dengan baik pada cara hidup saya. Akan tetapi kata Kopler masih terus menjadi julukan saya, karena Julukan itu sudah mendarah daging pada seseorang yang mengenal saya, sehingga nama asli saya kurang dikenal oleh teman teman saya.

Julukan Baik atau Jelek Sama Saja

          Ketidaksesuaian itu tidak lagi menjadi sesuatu yang penting dan perlu dipertimbangkan, karena peran Julukan dalam hubungan sosial sangatlah positif, yaitu sebagai perwujudan dari prehensi positif dari pemberi julukan pada penerima julukan. Sehingga tidak lagi dipersoalkan baik buruknya julukan yang diberikan, akan tetapi lebih kepada nilai keakraban yang ditimbulkan dari 'alam laqob tersebut.
         
          Nilai positif dari suatu julukan tidak dilihat dari kosa kata, namun jauh dari itu adalah efek keakraban yang timbul, karena julukan itu diberikan dari pemahaman seseorang kepada objek penerima julukan, sehingga disana ada suatu hubungan empati yang saling memahami dari subjek kepada objek, dan itu merupakan suatu hal yang positif.

          Maka, apalah arti sebuah nama....
          Yang terpenting adalah keakraban dan keharmonisan hubungan sosial yang timbul dari sebuah nama...

          Bagaimana menurut anda....???

Catatan Harian Ahmad Wahib

| Selasa, 18 Januari 2011 | 0 komentar |
Ketika membaca buku tentang Soe Hok Gie, saya tertarik dengan suatu catatan yang katanya bersumber dari seseorang yang bernama Ahmad Wahib.
Aku bukan nasionalis, bukan katolik, bukan sosialis. Aku bukan buddha, bukan protestan, bukan westernis. Aku bukan komunis. Aku bukan humanis. Aku adalah semuanya. Mudah-mudahan inilah yang disebut muslim. Aku ingin orang menilai dan memandangku sebagai suatu kemutlakan (absolute entity) tanpa menghubung-hubungkan dari kelompok mana saya termasuk serta dari aliran apa saya berangkat. Memahami manusia sebagai manusia. (Catatan Harian 9 Oktober 1969)

Begitu saya renungkan ternyata kata-kata tersebut memiliki arti dan makna yang sangat bagus dan indah, sehingga saya tertarik untuk mengetahui siapa sebenarnya Ahmad Wahib tersebut. Sekelumit data pribadi beliau yang bisa saya dapatkan, sedangkan biografi lengkapnya masih dalam tahap pencarian.

 Ahmad Wahib adalah seorang budayawan, dan pemikir Islam yang lahir pada tanggal 9 November 1942 di Sampang Madura. Semasa hidupnya yang singkat banyak membuat catatan permenungan yang juga telah dibukukan dalam Pergolakan Pemikiran Islam. Pada tanggal 31 Maret 1973, Ahmad Wahub meninggal dunia karena ditabrak sepeda motor  di depan kantor majalah Tempo, tempat di mana ia bekerja sebagai calon reporter.
  
Dibawah ini adalah beberapa catatan harian dari Ahmad Wahib:
 Aku tidak mengerti keadaan di Indonesia ini. Ada orang yang sudah sepuluh tahun jadi tukang becak. Tidak meningkat-ningkat. Seorang tukang cukur bercerita bahwa dia sudah 20 tahun bekerja sebagai tukang cukur. Penghasilannya hampir tetap saja. Bagaimana ini? (Catatan Harian 6 Juni 1969)
 Tuhan, bisakah aku menerima hukum-Mu tanpa meragukannya lebih dahulu? Karena itu Tuhan, maklumilah lebih dulu bila aku masih ragu akan kebenaran hukum-hukum-Mu. Jika Engkau tak suka hal itu, berilah aku pengertian-pengertian sehingga keraguan itu hilang. Tuhan, murkakah Engkau bila aku berbicara dengan hati dan otak yang bebas, hati dan otak sendiri yang telah Engkau berikan kpadaku dengan kemampuan bebasnya sekali ? Tuhan, aku ingin bertanya pada Engkau dalam suasana bebas. Aku percaya, Engkau tidak hanya benci pada ucapan-ucapan yang munafik, tapi juga benci pada pikiran-pikiran yang munafik, yaitu pikiran-pikiran yang tidak berani memikirkan yang timbul dalam pikirannya, atau pikiran yang pura-pura tidak tahu akan pikirannya sendiri ( Catatan Harian 9 Juni 1969)
 Memang aku dahaga. Dahaga akan segala pengaruh. Karena itu kubuka bajuku, kusajikan tubuhku yang telanjang agar setiap bagian dari tubuhku berkesempatan memandang alam luas dan memperoleh bombardemen dari segala penjuru. Permainan yang tak akan pernah selesai ini sangat mengasyikan.(Catatan Harian 6 Oktober 1969)
 Pada saat ini terlihat bahwa seluruh sikap-sikap mental mengalami degradasi di Indonesia, termasuk sikap mental bertanggung jawab. Beberapa orang yang pada mulanya kelihatan sangat potent untuk berwatak penuh tanggung jawab, ternyata menjadi pelempar tanggung jawab. Ada suatu bahaya bahwa masyarakat Indonesia akan menjadi society of responsibility shifters. Karena itu dari kalangan anak-anak muda di samping orang-orang tua, haros tampil beberapa orang yang berani melawan arus ini dan menegakan suatu masyarakat yang bertanggung jawab. (Catatan Harian 20 Februari 1970)
 Dengan membaca aku melepaskan diri dari kenyataan yaitu kepahitan hidup. Tanpa membaca aku tenggelam sedih. Tapi sebentar lagi akan datang saatnya dimana aku tidak bisa lagi lari dari kenyataan. Kenyataan yang pahit tidak bisa dihindari teris-menerus berhubung dualitas diri yaitu jasmani dan roahani. Sebentar lagi kenyataan akan menangkapku dan aku belum tahu bagaimana saat itu harus kuhadapi. Saat itu adalah saat yang paling pahit. (Catatan Harian 20 April 1970)
 Cara bersikap kita terhadap ajaran Islam, Qur’an dan lain-lain sebagaimana terhadap Pancasila harus berubah, yaitu dari sikap sebagai insan otoriter menjadi sikap insan merdeka, yaitu insan yang produktif, analitis dan kreatif. ( Catatan Harian 16 Agustus 1970)
Kita kaum pembaharu muslim masih terlalu banyak menoleh kebelakang. Kita masih telalu sibuk melayani serangan-serangan dari orang-orang muslim tradisional. Kalau ini sampai berjalan lama dan menjadi kebiasaan saya kuatir kaum pembaharu akan terlibat dalam apologi bentuk baru, yaitu apologi terhadap ide-ide pembaharuan (yang sudah ada) melawan kaum tradisional. Bila ini sudah terjadi maka terhentilah sebenarnya kerja pembaharuan kita. Umur pembaharuan dikalangan muslim masih terlalu muda. Karena itu saya sangat kuatir bila dia menyibukan diri untuk: 1. menangkis dan menyerang muslim-muslim tradisional dengan faham-fahamnya yang sudah lama tersusun; 2. untuk menyebarkan pikiran-pikirannya yang notabene belum matang, belum lengkap dan jauh dari utuh. Karena itu sebaiknya kaum pembaharu memusatkan diri pada ketekunan pemikiran dan perenungan alam suatu grup kecil untuk mengolah dan mengembangkan konsep-konsep yang ada agar relatif matang, lengkap dan utuh. Kalau ini tidak dilakukan saya kuatir kita akan menjadi budak yang mau maju terus dan malu untuk sewaktu-waktu mundur bila kadang-kadang salah. (Catatan Harian 10 April 1972)

Tuhan, aku menghadap padamu bukan hanya di saat-saat aku cinta padamu, tapi juga di saat-saat aku tak cinta dan tidak mengerti tentang dirimu, di saat-saat aku seolah-olah mau memberontak terhadap kekuasaanmu. Dengan demikian Rabbi, aku berharap cintaku padamu akan pulih kembali. (Catatan Harian)

Sikh

| Sabtu, 15 Januari 2011 | 0 komentar |
Sikhisme (juga dikenali sebagai agama Sikh; Panjabi: ਸਿੱਖੀ, sikkhī, disebut juga Panjabi; bahasa dari orang Punjabi dan kawasan Punjab dari India dan Pakistan) adalah sebuah agama monoteistik yang diasaskan mengikut ajaran Guru Nanak dan sembilan orang guru lain di Punjab, India pada abad ke-15. Agama Sikhisme adalah agama kelima terbesar di dunia, dengan lebih daripada 23 juta penganut.
Sikhisme berasal daripada perkataan Sikh, yang datang daripada kata dasar śiya dalam bahasa Sanskrit, yang bermakna "murid" atau "pelajar", atau śika yang bermaksud "arahan".




Kepercayaan
Kepercayaan utama orang Sikh adalah keyakinan dalam Waheguru - yang digambarkan menggunakan simbol suci ēk ōakār, iaitu Tuhan Universal. Sikhisme menggalakkan meditasi yang berdisiplin di bawah nama dan mesej Tuhan, untuk memperoleh keselamatan. Agama ini juga menggambarkan Tuhan melalui konsep yang tidak mengandungi antropomofisme (pemberian sifat manusia kepada dewa-dewa).
Penganut agama Sikh dikehendaki mengikuti pengajaran sepuluh orang guru Sikh, bersama dengan kitab suci yang bernama Guru Granth Sahib, yang bukan sahaja menggubal penulisan enam daripada sepuluh guru Sikh tersebut, tetapi juga mengandungi karya-karya yang ditulis oleh orang dari pelbagai latar belakang socio-ekonomik dan agama. Teks dalam Guru Granth Sahib telah didekri oleh Gobind Singh, guru yang kesepuluh, sebagai guru Khalsa Panth yang terakhir. Tradisi dan ajaran agama ini berkait rapat dengan sejarah, masyarakat dan budaya Punjab. Kebanyakan orang Sikh tinggal di Punjab, dan sebelum penceraian India dan Pakistan, jutaan orang Sikh tinggal di wilayah Punjab di Pakistan.

Sejarah

Agama Sikh bermula di Sultanpur, berhampiran Amritsar di wilayah Punjab, India. Pengasas agama ini ialah Guru Nanak (1469-1539), Agama Sikh percaya kepada adanya satu Tuhan dan dipanggil waheguru. Selepas beliau meninggal dunia, penggantinya juga diberi pangkat guru. Sebanyak sepuluh guru telah mengambil alih tempat beliau dan secara perlahan-lahan. Rangkaian ini berakhir pada tahun 1708 selepas kematian Gobind Singh yang tidak meninggalkan pengganti manusia tetapi meninggalkan satu himpunan skrip suci yang dipanggil Adi Granth. Skrip ini kemudian diberi nama Guru Granth Sahib. Gobind Singh juga telah menubuhkan sebuah persatuan "Persaudaraan Khalsa Sikh" dan memulakan pemakaian seragam untuk lelaki Sikh yang taat kepada agamanya yang diberi gelaran "Lima K".

Lima K
Lima K atau panj kakaar/kakke ini perlu dipakai sepanjang masa kerana diarahkan pakai oleh mahaguru Sikh yang ke-10, Guru Gobind Sngh Ji. Guru Gobind Singh telah mewajibkan 5 K dipakai pada tahun 1699 di Anandapur Sahib. Hari itu dinamakan Vasakhi.
Lima K ini termasuklah:
  • kesh (rambut yang tidak dipotong)
  • kanga (sikat)
  • kara (gelang ditangan kanan)
  • kirpan (pisau kecil yang tidaklah begitu tajam)
  • kachha (seluar dalam pendek)
Tempat sembahyang agama Sikh dipanggil Gurdwara. Gurdwara Emas di Amritsar, India merupakan tempat suci bagi penganut Sikh.

Guru-guru Sikhisme

Guru Nanak
Perkataan guru datang daripada perkataan bahasa Sanskrit gurū, yang bermaksud "pengajar" atau "mentor". Tradisi dan falsafah Sikhisme telah dibentuk oleh sepuluh orang guru dari tahun 1499 sehingga 1708. Setiap guru menyokong dan menambah mesej yang diajar oleh guru sebelumnya, menyebabkan pengasasan agama Sikhisme ini. Nanak adalah guru pertama, dan telah memilih seorang pendidik sebagai guru seterusnya. Gobind Singh merupakan guru manusia yang terakhir. Sebelum kematian beliau, Gobind Singh mengeluarkan dekri bahawa Guru Granth Sahib adalah guru terakhir dan abadi bagi orang Sikh.
Berikut merupakan senarai guru Sikhisme dalam turutan:


Nama
Tarikh Lahir
Menjadi Guru pada
Tarikh Kematian
Umur
Nota
1
Nanak Dev
15 April 1469
20 Ogos 1507
22 September 1539
69
Pengasas agama Sikhisme
2
Angad Dev
31 Mach 1504
7 September 1539
29 Mac 1552
48

3
Amar Das
5 Mei 1479
26 Mac 1552
1 September 1574
95

4
Ram Das
24 September 1534
1 September 1574
1 September 1581
46
Menyiapkan pembinaan Kuil Emas
5
Arjan Dev
15 April 1563
1 September 1581
30 Mei 1606
43
Penulis Adi Granth
6
Har Gobind
19 Jun 1595
25 Mei 1606
28 Februari 1644
48
Pembawa Miri dan Piri
7
Har Ran
16 Januari 1630
3 Mac 1644
6 Oktober 1661
31

8
Har Krishan
7 Julai 1656
6 Oktober 1661
30 Mac 1664
7

9
Tegh Bahadur
1 April 1621
2 Mac 1665
11 November 1675
54

10
Gobind Singh
22 Disember 1666
11 November 1675
7 Oktober 1708
41

11
Guru Granth Sahib

7 Oktober 1708

Kitab suci agama Sikhisme


Tokoh suci Sikhisme
Tokoh lain
Hari-hari keagamaan
Agama Sikh bukan terhad kepada bangsa Punjabi sahaja. Malah sesiapa yang mampu membaca dan memahami isi kandungan Sri Guru Granth Sahib dan mengikuti kod amalan Sikh boleh menganut agama ini. Upacara masuk agama ini dipanggil Amrit Sanskar yang bermula dengan lima khalsa memohon supaya seorang itu dimasukkan kedalam persatuan atau "brotherhood" Khalsa. Selepas itu, mereka yang ingin memasuk agama ini harus meminum air "Amrit" sejenis air madu yang digaul dengan Kirpan. Semasa digaul kelima-lima khalsa ini akan membaca lima Banis yang suci iaitu
Harimandir Sahib, Kuil Suci Ummat Sikh

  • Jap Sahib, (dikarang oleh Sri Guru Gobind Singh Ji)
  • Japji Sahib (dikarang oleh Guru Nanak)
  • Tav Prasaad Seveiye (dikarang oleh Guru Gobind Singh Ji)
  • Benti Chaupai (dikarang oleh Sri Guru Gobind Singh Ji)
  • Anand Sahib (dikarang oleh Guru Amardas)
Air ini samalah seperti air baptisme dalam agama Kristian.
Pertamanya, air ini dituang di telapak tangan kanan dan diminum oleh setiap orang yang memasuk agama ini. Kemudian air ini direnjis sebanyak lima kali pada mata dan kepala mereka. Akhirnya setiap calon meminum air ini dari mangkuk yang sama sehingga habis.

Adat istiadat penganut Sikh

Adat istiadat bermula sejak kelahiran sehinggalah kematian penganut Sikh. Pemberian hadiah merupakan amalan biasa untuk menyambut kelahiran bayi. Pemberian nama merupakan upacara penting dan ia dikenali sebagai Naamkaran. Disini bayi yang baru lahir itu akan diberikan nama selepas Granthi membaca Ardas. Kemudian kitab mereka Sri Guru Granth Sahib akan dibuka secara rambang. Bayi itu akan dinamakan mengikut huruf pertama dalam mukasurat itu. Nama akhir untuk penganut Sikh adalah sama dan berbeza hanya mengikut jantina iaitu Singh bagi lelaki, manakala perempuan dipanggil Kaur. Singh bermaksud "Singa" dan Kaur pula bermaksud "Puteri".
Apabila seseorang remaja lelaki mencapai umur sebelas hingga enam belas tahun dia akan melalui satu upacara - pemakaian serban. Upacara yang dipanggil Dastar Bandhni biasanya dilakukan oleh para agama Sikh dipanggil Granthi atau ketua masyarakat.
Bagi seorang Sikh, perkawinan adalah suci dan mereka percaya pada sistem monogami. Dalam agama mereka, penceraian adalah mustahil dan tidak dibenarkan. Walaupun begitu, penceraian masih boleh dilakukan di mahkamah sivil.

Bilangan penganut Sikh

Terdapat 26 juta penganut Sikh. 75 % menetap di India. 60 % tinggal di negeri Punjab, India iaitu 2/3 daripada penduduk negeri Punjab. Tempat lain ialah di of Haryana, Himachal Pradesh, Jammu and Kashmir, Rajasthan, Uttar Pradesh, Uttaranchal, Maharashtra dan Delhi. Ramai daripada mereka berhijrah ke Kanada, United Kingdom, Amerika Syarikat , Timur Tengah, Afrika Timur, Asia Tenggara, Eropah Barat, Australia dan New Zealand.

Penyertaan
Penganut Sikh aktif dalam politik di pelbagai tempat di seluruh dunia terutama di India.

Cogito Ergo Sum - Descrates

| | 0 komentar |
sobat PAI. Community,
Rene Descrates
Untuk sampai pada pernyataan Descartes tentang Cogito Ergo Sum, kita harus melewati proses pemikiran Descartes tentang keraguan sebagai titik tolak menemukan titik kepastian. Dia mulai dengan keraguan. Menurut Descartes, sekurang-kurangnya aku ragu bukanlah hasil tipuan. Semakin kita dapat meragukan segala sesuatu, kita semakin mengada. Justru keraguann inilah yang membuktikan kepada diri kita bahwa kita ini nyata. Selama kita ragu, kita akan merasa makin pasti bahwa kita nayat-nyata ada. Lebih lanjut Descartes mengatakan bahwa meragukan itu adalah berpikir. Maka kepastian akan eksistensiku dicapai dengan berpikir. Descartes kemudian mengatakan; “aku berpikir, maka aku ada”.

Yang ditemukan dengan metode keraguan adalah kebenaran dan kepastian yang kokoh, yaitu “cogito” atau kesadaran diri. Cogito itu kebenaran dan kepastian yang tak tergoyahkan karena aku mengertinya secara jelas dan terpilah-pilah. Cogito itu tidak ditemukan dengan reduksi dari prinsip-prinsip umum atau dengan intuisi. Kedua metode tradisional ini bisa dipakai untuk membenarkan wahyu, padahal yang disebut wahyu itu bisa disangsikan dan filsafat tidak mengizinkan ketidakpastian. Cogito ditemukan dirinya sendiri., tidak melaui Kitab Suci, dongeng, pendapat orang, prasangka, dst. Kesangsian Descartes sedemikian radikal, tetapi kesangsian ini hanya sebuah metode yang ditemukan baru, dia sebetulnya tertap memiliki minat metafisik. Keraguan ini bersifat metodis dan bukan sebuah skeptisisme seperti dalam pemikiran Hume.

Lebih lanjut Descartes memberikan argumentasi tentang pembutkian adanya Tuhan. Setelah menemukan cogito, yakni subjektivitas, pikiran atau kesadaran melaui kesangsian metodis. Descartes lalu menyebut pikiran sebagai ide bawaan yang sudah melekat sejak kita dilahirkan ke dunia ini. Dia mneyebutnya “res cogitans”. Dalam kenyataan, aku ini bukan hanya pikiran, tetapi juga sesuatu yang bisa di raba dan dlihat. Kejasmianku ini bisa saja merupkan kesan yang menipu, tetapi bahwa kesan itu ada sejak lahir, meskipun tidak selalu sempurna, menunjukkan bahwa kejasmian juga merupakan sebuah ide bawaan. Descartes menyebutnya keluasan atau res extensa. Akhirnya dia juga berpendapat bahwa aku juga memiliki ide tentang sempurna. Lalu, dia mengatakan bahwa bahwa Allah juga merupkaan ide bawaan. Di sinilah ia membuktikan tentang adanya Allah. Tentang keluasan atau kejasmanian, dia berpendapat mustahil Allah yang maha benar itu menipu kita tentang adanya kejasmanian. Karena itu, materi adalah juga suatu substansi. Akhirnya, Allah sendiri suatu substansi, maka Allah itu ada. Menyimpulkan bahwa kita memiliki idea Allah, maka Allah ada, disebut argumen ontologis. Di sini Descartes termasuk filsuf yang membuktikan adanya Allah sejalan dengan Anselmus dan Thomas. Lebih dari itu, ia sebetulnya mengandaikan bahwa adanya Allah menjadi ukuran segala pengetahuan, termasuk menjamin aku yang menyangsikan dapat mencapai kebenaran.

Sejarah Agama Baha'i

| Jumat, 14 Januari 2011 | 0 komentar |
sobat PAI. Community,

Báb

Pada tahun 1844 Sayyid ‘Alí Muhammad dari Shíráz, Iran, yang lebih dikenal dengan gelarnya Sang Báb (artinya “Pintu” dalam bahasa Arab), mengumumkan bahwa dia adalah pembawa amanat baru dari Tuhan. Dia juga menyatakan bahwa dia datang untuk membuka jalan bagi wahyu yang lebih besar lagi, yang disebutnya “Dia yang akan Tuhan wujudkan”. Antara lain, Sang Báb mengajarkan bahwa banyak tanda dan peristiwa yang ada dalam Kitab-kitab suci harus dimengerti dalam arti kias, bukan arti harfiah. Dia melarang perbudakan, juga melarang perkawinan sementara, yang pada waktu itu merupakan praktek Syiah Iran.
Agama Báb tumbuh dengan pesat di semua kalangan di Iran, tetapi juga dilawan dengan keras, baik oleh pemerintah maupun para pemimpin agama. Sang Báb dipenjarakan di benteng Máh-Kú di pegunungan Azerbijan, di mana semua penduduk bersuku bangsa Kurdi, yang dikira membenci orang Syiah; tetapi tindakan itu tidak berhasil memadamkan api agamanya, dan mereka pun menjadi sangat ramah terhadap Sang Báb. Kemudian dia dipenjarakan di benteng Chihríq yang lebih terpencil lagi, tetapi itu juga tidak berhasil mengurangi pengaruhnya. Pada tahun 1850 Sang Báb dihukum mati dan dieksekusi di kota Tabríz. Jenazahnya diambil oleh para pengikutnya secara diam-diam, dan akhirnya dibawa dari Iran ke Bukit Karmel di Palestina (sekarang Israel) dan dikuburkan di suatu tempat yang ditentukan oleh Bahá’u’lláh. Makam Sang Báb kini menjadi tempat berziarah yang penting bagi umat Bahá’í.

Bahá’u’lláh

Antara tahun 1848 dan 1852, lebih dari 20.000 penganut agama Báb telah dibunuh, termasuk hampir semua pemimpinnya. Mírzá Husayn ‘Alí yang lebih dikenal dengan gelarnya Bahá’u’lláh (artinya “Kemuliaan Tuhan” dalam bahasa Arab) adalah seorang bangsawan Iran yang menjadi pendukung utama Sang Báb. Pada tahun 1852, ketika Bahá’u’lláh ditahan di penjara bawah tanah Síyáh-Chál (“lubang hitam”) di kota Teheran, dia menerima permulaan dari misi Ilahinya sebagai “Dia yang akan Tuhan wujudkan” sebagaimana telah diramalkan oleh Sang Báb. Bahá’u’lláh menceritakannya sebagai berikut: “Suatu malam dalam mimpi, firman-firman yang luhur ini terdengar dari segenap penjuru: ‘Sesungguhnya, Kami akan memenangkan-Mu melalui Diri-Mu serta pena-Mu. Janganlah Engkau bersedih hati atas apa yang telah menimpa-Mu, dan janganlah takut pula, sebab Engkau ada dalam keadaan selamat. Tak lama lagi, Tuhan akan membangkitkan harta-harta bumi, orang-orang yang akan membantu-Mu melalui Diri-Mu dan melalui Nama-Mu, dengan mana Tuhan telah menghidupkan kembali hati mereka yang mengenal Dia.’”
Bahá’u’lláh dibebaskan dari Síyáh-Chál, tetapi dia diasingkan dari Iran ke Baghdad, ‘Iráq. Pada awalnya, Bahá’u’lláh tidak mengumumkan misinya kepada para penganut agama Báb lainnya di ‘Iráq, yang berada dalam keadaan sangat kacau dan hina. Dia mulai mendidik dan menghidupkan kembali umat itu melalui tulisannya dan teladannya, dan beberapa Kitab suci Bahá’í yang penting berasal dari masa Baghdad ini, seperti Kalimat Tersembunyi, Tujuh Lembah, dan Kitáb-i-Íqán (“Kitab Keyakinan”). Pada tahun 1863, di sebuah taman yang diberi nama Taman Ridwán, Bahá’u’lláh mengumumkan misinya kepada para pengikut Báb yang berada di Baghdad, dan sejak itu agama ini dikenal sebagai agama Bahá’í.
Segera setelah pengumuman itu, Bahá’u’lláh diminta oleh pemerintahan Turki untuk pindah ke Konstantinopel (Istanbul), dan dari sana ke kota Adrianopel (Edirne). Di Adrianopel Bahá’u’lláh mulai mengirimkan “Loh-loh” kepada berbagai raja dan pemimpin dunia, yang mengumumkan kepada mereka kedatangan Hari Tuhan dan menyerukan agar mereka berdamai. Misalnya, salah satu loh yang ditujukan kepada para raja secara kolektif, berbunyi: “Wahai raja-raja di bumi! Kami melihat engkau setiap tahun meningkatkan pengeluaranmu, dan membebankannya pada rakyatmu. Ini sesungguhnya, sama sekali dan jelas tidak adil.…Rakyatmu adalah hartamu…jangan sampai engkau menyerahkan rakyatmu ke tangan perampok.…Wahai para penguasa di bumi! Berdamailah di antaramu sendiri, sehingga engkau tidak lagi memerlukan persenjataan, kecuali apa yang dibutuhkan untuk menjaga wilayah-wilayah…dalam kekuasaanmu.…Wahai raja-raja di bumi! Bersatulah, karena dengan demikianlah prahara perselisihan akan berakhir di antaramu, dan rakyatmu akan memperoleh ketenangan…”
Pada tahun 1868, Bahá’u’lláh diasingkan ke kota ‘Akká di Palestina (sekarang Israel), yang pada waktu itu dipakai sebagai penjara oleh kekaisaran Usmani. Pada awalnya, Bahá’u’lláh dipenjarakan di barak di ‘Akká, tetapi dengan berlalunya waktu kondisi hidupnya semakin membaik, walaupun secara resmi dia masih seorang pesakitan. Kitab suci yang mengandung kebanyakan hukum Bahá’í, Kitáb-i-Aqdas (“Kitab Tersuci”), diturunkan di ‘Akká. Pada tahun 1892, Bahá’u’lláh wafat di Bahjí dekat ‘Akká, tempat yang menjadi Qiblat agama Bahá’í.

‘Abdu’l-Bahá

Dalam Kitáb-i-‘Ahd, surat wasiatnya, Bahá’u’lláh telah menunjuk putranya, ‘Abdu’l-Bahá sebagai pemimpin agamanya dan Penafsir tulisannya. Hal itu menjamin agar agama Bahá’í tidak mengalami perpecahan.
‘Abdu’l-Bahá telah mengalami pembuangan dan pemenjaraan yang panjang bersama ayahnya. Setelah dia dibebaskan sebagai akibat dari “Revolusi Pemuda Turki” (pada tahun 1908), dia mengadakan suatu perjalanan besar selama tahun 1910-1913 ke Mesir, Inggris, Skotlandia, Perancis, Amerika Serikat, Jerman, Austria, dan Hungaria, di mana dia mengumumkan prinsip-prinsip ajaran Bahá’í. ‘Abdu’l-Bahá juga mengirimkan ribuan surat ke masyarakat-masyarakat Bahá’í setempat di Iran, dengan akibat umat itu yang dahulu miskin dan hina menjadi berpendidikan dan mandiri. ‘Abdu’l-Bahá wafat di Haifa pada tahun 1921, dan kini dikuburkan di salah satu ruang dari Makam Sang Báb.

Shoghi Effendi dan Balai Keadilan Sedunia

Dalam Surat Wasiat ‘Abdu’l-Bahá, cucunya, Shoghi Effendi ditunjuk sebagai “Wali Agama Tuhan”. Selama masa hidupnya, Shoghi Effendi menterjemahkan banyak tulisan suci Bahá’í, melaksanakan berbagai rencana global untuk pengembangan masyarakat Bahá’í, mengembangkan Pusat Bahá’í Sedunia, melakukan surat-menyurat dengan banyak masyarakat dan individu Bahá’í di seluruh dunia, dan membangun struktur administrasi Bahá’í yang mempersiapkan jalan untuk didirikannya Balai Keadilan Sedunia. Shoghi Effendi meninggal pada tahun 1957.
Menurut Kitáb-i-Aqdas, urusan masyarakat Bahá’í setempat dan nasional harus ditangani oleh badan-badan musyawarah yang sekarang dinamakan “Majelis Rohani”, yang terdiri dari sembilan anggota yang dipilih secara demokratis. Pada tingkat internasional, Kitáb-i-Aqdas menetapkan sebuah lembaga yang dinamakan “Balai Keadilan Sedunia”, yang dipilih oleh para anggota Majelis-majelis Rohani Nasional di seluruh dunia. Balai Keadilan Sedunia telah dipilih untuk pertama kalinya pada tahun 1963, dan sejak itu dipilih tiap lima tahun sekali. Selain berlaku sebagai pemimpin agama Bahá’í, Balai Keadilan Sedunia diberi fungsi khusus oleh Bahá’u’lláh untuk membuat hukum-hukum yang tidak ditetapkan dalam Kitáb-i-Aqdas; aspek ini dianggap penting karena memberi agama Bahá’í fleksibilitas untuk menghadapi perubahan zaman tanpa kehilangan persatuannya.

Hukum Bahá’í

Kebanyakan hukum Bahá’í terdapat dalam Kitáb-i-Aqdas tetapi hukum-hukum itu akan diterapkan secara bertahap sesuai dengan keadaan masyarakat. Beberapa hukum Bahá’í yang sudah berlaku secara umum adalah yang berikut ini:
  • Sembahyang wajib Bahá’í.
  • Membaca tulisan suci tiap hari.
  • Dilarang bergunjing dan memfitnah.
  • Menjalankan puasa Bahá’í tiap tahun.
  • Minuman beralkohol dan obat bius dilarang, kecuali untuk perawatan medis.
  • Hubungan seksual hanya diperbolehkan antara suami dan isteri, dan hubungan homoseksual tidak diperbolehkan.
  • Dilarang berjudi.
Dalam ajaran Bahá’í, memisahkan diri dari dunia tidak diperbolehkan, tetapi sebaliknya manusia harus bekerja. Melakukan pekerjaan yang berguna dianggap beribadah.

Perkawinan

Perkawinan Bahá’í adalah bersatunya seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Tujuannya terutama bersifat rohani dan adalah demi keselarasan, persahabatan, dan persatuan pasangan itu. Ajaran Bahá’í menyebutkan perkawinan sebagai benteng kesejahteraan dan keselamatan dan menempatkan lembaga keluarga sebagai pondasi struktur masyarakat manusia. Bahá’u’lláh sangat memuji lembaga perkawinan dan menyatakannya sebagai perintah abadi Tuhan. Perceraian diperbolehkan, tetapi hanya setelah pasangan tinggal satu tahun terpisah, sambil mencoba menyelesaikan perselisihannya.
Dua orang Bahá’í yang ingin menikah harus saling mempelajari karakter mereka dan saling mengenal sebelum mengambil keputusan untuk menikah, dan ketika mereka menikah, maksud mereka harus untuk membuat suatu ikatan yang kekal. Orang tua tidak boleh memilih jodoh bagi anak-anak mereka, tetapi begitu dua orang memutuskan untuk menikah, pasangan itu wajib mendapatkan persetujuan dari semua orang tua, meskipun salah seorang dari pasangan itu tidak beragama Bahá’í. Upacara Bahá’í sangat sederhana; satu-satunya kewajiban adalah pembacaan ayat dari Kitáb-i-Aqdas yang berikut ini, oleh mempelai pria dan mempelai wanita, di depan dua orang saksi: "Kita semua, sesungguhnya, tunduk akan Kehendak Tuhan."

Administrasi

Kalender Baha'i
Kalender Bahá’í berdasarkan kalender yang telah ditetapkan Sang Báb. Satu tahun terdiri dari 19 bulan yang masing-masing terdiri dari 19 hari, ditambah 4 atau 5 hari sisipan yang membuatnya satu tahun matahari penuh. Tahun Baru Bahá’í, yang namanya “Naw-Rúz”, sama dengan Tahun Baru tradisional Iran, yang jatuh pada ekuinoks tanggal 21 Maret, pada akhir bulan puasa Bahá’í.
Urusan masyarakat setempat ditangani oleh Majelis Rohani Setempat, yang dipilih tiap tahun oleh para mukmin. Pemilihan itu harus dilakukan tanpa nominasi, partai, atau kampanye pada kenyataannya, semua orang dewasa adalah calon—dan dalam suasana penuh doa dan meditasi. Pada awal tiap bulan Bahá’í, ada pertemuan seluruh masyarakat setempat yang namanya “selamatan sembilan belas hari”. Di samping bertujuan berdoa bersama dan sosial, selamatan sembilan belas hari itu memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berinteraksi dengan Majelis Rohani Setempat, untuk mengajukan usulan dan bermusyawarah bersama.
Majelis Rohani Nasional juga dipilih tiap tahun dengan cara yang sama, tetapi melalui dua tahap, yaitu para mukmin di seluruh negeri memilih wakil-wakil yang kemudian memilih para anggota Majelis Rohani Nasional. Sebagaimana telah disebutkan, para anggota Majelis-majelis Rohani Nasional di seluruh dunia memilih Balai Keadilan Sedunia tiap lima tahun.
Di samping badan-badan musyawarah itu, ada pula beberapa individu yang ditunjuk untuk waktu tertentu, yang mendidik dan membantu masyarakat Bahá’í, terutama dalam hal pengembangan dan perlindungan agama. Tetapi individu-individu ini bukannya berfungsi sebagai pendeta, yang tidak ada dalam agama Bahá’í.

Rumah Ibadah kaum Baha'i

Rumah ibadah

Rumah ibadah Bahá’í dinamakan “Mashriqu’l-Adhkár” (“Tempat-terbit pujian kepada Tuhan”), yakni tempat untuk berdoa, meditasi dan melantunkan ayat-ayat suci Bahá’í dan agama-agama lain. Rumah ibadah Bahá’í ini terbuka bagi orang-orang dari semua agama.
Rumah ibadah Bahá’í bertemakan ketunggalan: harus mempunyai sembilan sisi dengan sebuah kubah di tengahnya, dan direncanakan untuk masa depan sebagai pusat dari berbagai lembaga sosial bagi masyarakat setempat, termasuk rumah sakit, universitas, rumah jompo, dan lain sebagainya. Sampai sekarang di seluruh dunia ada tujuh Rumah ibadah Bahá’í—di New Delhi, India; Kampala, Uganda; Frankfort, Jerman; Wilmette, Illinois, Amerika Serikat; Panama City, Panama; Apia, Samoa Barat; dan Sydney, Australia.

Kegiatan

Di samping sembahyang wajib, yang dilakukan secara perseorangan, dan selamatan sembilan belas hari, ada pula kegiatan doa bersama, yang terbuka bagi orang dari semua agama, di mana doa-doa dibacakan dari tulisan suci berbagai agama. Masyarakat Bahá’í setempat juga melakukan pendidikan kerohanian bagi anak-anak serta suatu program pendidikan bagi orang dewasa dan pemuda yang dipelajari melalui kelompok-kelompok belajar. Program ini, yang pada awalnya dikembangkan oleh Institut Ruhi di Kolombia, Amerika Selatan, membahas berbagai tema, seperti kehidupan roh, doa, pendidikan anak-anak, pendidikan remaja, riwayat hidup Sang Báb dan Bahá’u’lláh, dan pengabdian sebagai dasar dari kehidupan. Kegiatan kelompok belajar dan kelas anak-anak juga terbuka bagi orang-orang dari agama apa saja yang ingin ikut serta.
Ada sembilan hari besar yang dirayakan oleh masyarakat Bahá’í, yang memperingati peristiwa-peristiwa khusus dalam sejarah Bahá’í.
Apabila masyarakat Bahá’í sudah cukup besar di suatu tempat, mereka didorong untuk merencanakan dan melakukan proyek-proyek pengembangan sosial dan ekonomi untuk membantu menangani berbagai masalah yang dihadapi masyarakat umum. Sampai sekarang kebanyakan proyek ini dalam bidang pendidikan dan kesehatan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa

Umat Bahá’í telah mendukung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak permulaannya. Bahá’í International Community (“Masyarakat Internasional Bahá’í”), suatu badan yang berada di bawah arahan Balai Keadilan Sedunia, memiliki status “hak berkonsultasi” dengan organisasi-organisasi PBB yang berikut ini:
Bahá’í International Community memiliki kantor di Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York dan Geneva, juga perwakilan di komisi-komisi PBB regional serta kantor-kantor lainnya di Addis Ababa, Bangkok, Nairobi, Roma, Santiago dan Wina. Pada tahun-tahun terakhir ini suatu “Kantor Lingkungan Hidup” dan “Kantor untuk Kemajuan Kaum Perempuan” telah didirikan sebagai bagian dari Kantor PBB Bahá’í International Community itu. Agama Bahá’í juga telah bekerja bersama dalam mengembangkan program-program dengan berbagai instansi PBB lainnya. Dalam Millennium Forum dari Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2000, seorang Bahá’í menjadi satu-satunya orang non-pemerintah yang diundang untuk memberikan pidato.

untuk Informasi detail tentang Agama Baha'i, silahkan kunjungi situs resmi Agama Baha'i di http://www.bahaiindonesia.org/start.php.