Artikel ini adalah terjemahan dari salah satu artikel Soe Tjen Marching yang dimuat di “Jakarta Globe” dengan judul Who are the atheists in Indonesia
--------------------------------------------------------------------------------------------------
Beberapa waktu yang lalu, pada awal tahun 2012, Alexander Aan ditahan oleh polisi di Sumatera Barat karena tulisannya, di halaman facebook miliknya, “God does not exist” (Tuhan itu tidak ada). Alexander, yang juga menjadi administrator group atheis di jejaring sosial ini, menyatakan bahwa ia tidak mempercayai adanya malaikat, setan, surga, neraka dan “mitos” lainnya. Singkatnya, ia adalah seorang atheis.
Saya tidak tahu apakah sebelumnya Alex telah melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar kata-kata itu yang menyebabkan ia layak ditangkapi, akan tetapi insiden tersebut membuat saya bertanya mengapa atheis sangat dimusuhi di Indonesia. Apakah seseorang yang berkata bahwa ia tidak percaya pada Tuhan dianggap melecehkan agama? Apakah hanya orang atheis yang tidak percaya pada Tuhan? Tuhan yang mana? Terdapat begitu banyak agama dan Tuhan yang berbeda.
Sebagai contoh, ummat Muslim memiliki kitab suci dan Tuhan sendiri, begitu juga dengan ummat Kristen. Ummat Muslim dan Kristen menganggap Tuhan dalam bentuk gajah dan monyet (Tuhan ummat hindu Ganesha dan Hanuman) hanya sekedar mitos. Agaknya ummat Hindu akan keberatan jika harus menyembah Allah atau juru selamat, Yesus Kristus.
Artinya, jika anda beriman pada Tuhan agama tertentu, maka anda akan mengingkari Tuhan-tuhan agama lainnya. Dengan kata lain, ummat beragama adalah orang-orang atheis jika dihadapkan pada Tuhan agama yang lain.
Bahkan, satu agama dengan aliran berbeda mempunyai keyakinan yang barlainan. Sebagaimana dua aliran Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah dan Nahdlotul Ulama. NU percaya bahwa tahlil (mendoakan orang mati) sangatlah islami, karena tahlil merupakan dzikir (mengingat dan menghormat pada Tuhan). Namun hal tersebut dianggap sesat oleh Muhammadiyah. Yang satu menganggapnya sebagai salah satu cara mendekatkan diri pada Tuhan, yang satu malah menganggapnya sesat.
Dalam agama Kristen juga terdapat berbagai aliran; Protestan dan Katholik, misalnya. Ummat Protestan tidak menyembah pada Perawan Maria. Mengapa? Karena mereka percaya Al-Kitab menyatakan bahwa hanya Yesus yang menjadi perantara untuk menghubungkan manusia dengan Tuhannya. Mereka mengutip bagian dari Al-Kitab yang berbunyi; “Hanya ada satu Tuhan, dan hanya satu penghubung antara Tuhan dan manusia, dia adalah Yesus Kristus” (1 Timothy 2:5). Sehingga, ummat Protestan menganggap pemujaan ummat Katholik pada Perawan Maria sebagai penyembahan berhala.
Sebaliknya, ummat Katholik percaya bahwa sejak Tuhan memilih wanita ini menjadi ibu dari Yesus, penghormatan ummat Katholik untuknya sama dengan penghormatan pada Tuhan.Umat Katolik yakin bahwa cara Tuhan memilih seorang ibu, menjadi jaminan bahwa Maria layak untuk mendapat tempat khusus dalam agama Katholik.
Terdapat banyak contoh dalam perbedaan aliran, salah satu yang krusial adalah kepercayaan pada surga dan neraka. Ummat Katholik percaya bahwa sebagian besar manusia akan masuk surga setelah mati. Namun, bagi sebagian orang yang belum cukup layak tidak bisa mendapatkan tempat yang indah itu. Mereka harus terlebih dahulu masuk ke “purgatory” (api penyucian) – tempat untuk menyucikan dosa – sampai mereka suci dari dosa.
Namun, tidak ada api penyucian dalam kepercayaan Protestan, mereka berkeyakinan bahwa manusia hanya bisa masuk di antara surga atau neraka, tak bisa keduanya. Dengan demikian, dalam satu agama, Tuhan mempunyai aturan yang berbeda.
Memang, satu agama bahkan aliran dapat menganggap sesat pada yang berlainan dengannya. Jika kita bicara tentang agama-agama di dunia, bisakah anda bayangkan betapa banyak hal yang berbeda? Betapa banyak macam surga, neraka, dan Tuhan di sana.
Ribuan tahun yang lalu, kaum Politheisme Roma pada umumnya sangat toleran kepada kepercayaan lain. Mereka mempercayai banyak Tuhan, dan sering mengadopsi Tuhan orang lain. Kepercayaan pada satu Tuhan, faktanya, dianggap aneh oleh penduduk kuno di laut tengah. Oleh karena itu, banyak orang Mesir, Roma, dan Yunani yang melihat kedatangan agama baru Kristen dengan penuh kecurigaan.
Pada tahun 64 sesudah masehi, pada saat kekuasaan Kaisar Nero (37-68), api memporak poranda Romaselama 6 hari. Pada puncak kemarahannya, mereka menyalahkan kaisar atas tragedi tersebut. Nero dengan segera menunjukkan jarinya pada ummat Kristen, yang dianggap sebagai orang “atheis” karena hanya percaya pada satu Tuhan. Nero memerintahkan agar supaya orang atheis ini ditangkap kemudian disiksa. Namun pada saat perang salib di Eropa sekitar tahun (1100-1600 M), giliran ummat Kristen menyiksa kaum Politheisme. Rupanya, di masa dan tempat yang berbeda, kepercayaan pada satu Tuhan atau beberapa Tuhan bisa berbeda tingkat popularitasnya. Siapa yang dianggap atheis dan yang tidak – pun bisa berbeda, tergantung dari mayoritas dalam populasinya. Dan juga, pada saat perang salib (abad 11-13 M) ummat Kristen menyatakan perang terhadap ummat Muslim.
Pada intinya, di masa dan tempat yang berbeda, Tuhan yang dianggap paling asli juga akan berbeda. Orang yang dianggap atheis dan tidak juga akan berbeda. Dengan satu atau beberapa alasan, kita semua bisa disebut sebagai atheis oleh system kepercayaan yang berbeda dengan kita. Sebagaimana Stephen Roberts yang menyatakan dirinya atheis: “Menurut saya kita sama-sama atheis, saya hanya percaya pada lebih sedikit Tuhan dari pada yang anda percayai.”
Baca juga teks aslinya dalam bahasa Inggris di sini
0 komentar:
Posting Komentar
Kirim Komentar anda melalui akun google...
Kalau belum punya, silahkan buat dulu...