Powered By Blogger

Profile

Foto saya
Just the notes to make my mind development as a journal.

Etika Beragama

| | |
Sobat PAI Community,
Banyak di antara kita selaku ummat beragama, tidak sadar akan keberagamaan kita, keberagamaan secara etika sosial. kebanyakan ummat beragama hanya mendalami tentang korelasi transendental dengan Tuhannya, ataupun segala sesuaatu tentang agama yang sifatnya "Eksklusif", sehingga praktek beragama atau keberagamaan seseorang akan terlihat ketika dia beribadah saja, atau ketika seorang beragama tersebut berdakwah, atau ketika membela agamanya di ranah publik (seperti yang dilakukan oleh golongan-golongan radikal).

Praktek beragama seperti itu bukanlah inti atau esensi dari keberagamaan yang sesungguhnya, karena esensi agama adalah hubungan sosial, kemanusiaan, dan perdamaian, yang perwujudannya adalah saling menghormati dan menerima keberadaan golongan lain bahkan agama lain sekalipun, tanpa adanya rasa curiga atau perlawanan terhadap agama atau keyakinan yang lain.

Hal ini diaplikasikan oleh faham pluralisme, yang menerima semua keyakinan beragama. faham ini (Pluralisme), memandang agama melalui jalan Inklusif, yaitu meyakini bahwa keselamatan dapat diperoleh dari agama apa saja, asalkan yang bersangkutan menjalankan keberagamaannya secara sungguh-sungguh. Pluralisme menganggap semua Agama itu sama saja, karena esensi atau tujuan dari semua Agama adalah sama, sejatinya semua Agama menyembah pada Tuhan yang sama.

Konsep sosial yang diangkat oleh Faham Pluralisme ini merupakan suatu spekulasi atau abstraksi dari aliran filsafat idealisme yang menganggap segala sesuatu berawal dari idea. yang artinya segala sesuaatu bermula dari prehensi subjek, maka subjeklah yang menentukan bentuk dari objek yang menjadi sasaran prehensi. sedangkan Objek hanyalah sesuatu yang pasif, tak punya makna, objek akan bermakna bila subjek telah menentukan makna dari objek itu sendiri.
Maka pluralisme menganggap bahwa Agama (yang menjadi objek prehensi orang yang beragama) semua sama, tergantung bagaimana Seorang manusia (subjek) memaknainya dan mengaplikasikannya dalam kehidupan real, entah itu melalui Islam, Kristen, Yahudi, Budha, Hindu, Sikh, Katolik, atau Baha'i. semua Agama itu mempunyai Postulatnya sendiri. Postulat tersebut adalah titik yang dianggap mutlak, wajib untuk diyakini beserta semua dogma-dogmanya, postulat tersebut merupakan sebuah jalan, yang mana antara Agama satu dengan Agama yang lain pasti berbeda, namun semua jalan tersebut menuju pada tujuan yang sama. karena Tuhan semua Agama pada hakikatnya adalah sama. namun barengkat dari titik postulat yang berbeda.

faham tersebut kembali berspekulasi menjadi sebuah pemahaman tentang Tuhan, yang kemudian mewujudkan paham tersebut dalam sebuah keyakinan, yakni Agama baru, yaitu Agama Baha'i, yang lahir di Iran beberapa abad yang lalu.

Agama Baha'i adalah perwujudan dari faham pluralisme Agama, Agama Baha'i menerima semua Agama baik Agama langit maupun Agama bumi. Agama Baha'i meyakini bahwa semua Agama harus dilindungi dan menjunjung tinggi perdamaian dunia. oleh karena itu, inti dari Agama Baha'i sendiri adalah perdamaian dunia melalui konsep beragama. sehingga pemeluk agama ini adalah dari berbagai macam Agama yang menyadari secara penuh nilai-nilai penting sebuah Agama, yang selama ini diabaikan oleh pemeluk Agama di dunia, yaitu nilai etika beragama, etika sosial beragama, norma kemanusiaan dalam beragama dan lain-lain.

Agama Baha'i memproklamirkan persatuan ummat beragama, sama seperti yang ada pada nilai-nilai Pluralisme, yang menjadi perbedaan hanyalah jika pluralisme adalah sebuah faham, maka Agama Baha'i adalah sebuah Agama yang juga memiliki keyakinan sendiri dan berangkat dari titik postulatnya sendiri, dan titik postulat Agama Baha'i tidaklah sama seperti Agama-Agama lain, Agama-Agama lain berangkat dari ketuhanan atau aspek transedental, namun Agama Baha'i berangkat dari kemanusiaan atau aspek empiris, sehingga Agama ini memiliki nilai kemanusiaan yang boleh dibilang sempurna, namun dalam aspek ketuhanan, Agama ini cenderung absurd, karena berangkat dari faham pluralisme, yaitu menerima semua paham Agama, Pluralisme sendiri merupakan abstraksi dari faham idealisme, yang menganggap segala sesuatu berangkat dari Subjek, sedangkan Objek tidak memiliki peran sama sekali dalam perwujudannya.
Maka kesimpulannya, Agama Baha'i secara epistemologi menafikan aspek trasendental dari suatu Agama, dan cenderung pada nilai kemanusiaan.

Maka, bagaimanakah kita seharusnya beragama, baik Islam, Kristen, Yahudi, Budha, maupun yang lain?
mana yang lebih untuk dijunjung tinggi dalam praktek beragama, antara Kemanusiaan dan Ketuhanan?
Semua tergantung pada anda...

Imam Syafi'i

0 komentar:

Posting Komentar

Kirim Komentar anda melalui akun google...
Kalau belum punya, silahkan buat dulu...