Pernahkah anda menemukan orang Islam yang menjengkelkan? Ngawur, rewel dan kasar? Tapi dia tetap bersikukuh menyatakan dirinya Islam. Ngotot mengatakan bahwa dia sedang menegakkan kebenaran. Tetap berjibaku menyatakan dirinya sedang membela Islam? Sebagai wujud kecintaannya pada Islam. Katanya.
Nah, saya pribadi menyebut orang-orang seperti itu bukanlah seorang yang Islami. Tapi kebetulan terdaftar secara KTP Islam. Terdaftar sebagai orang yang rajin melakukan ritual seremonial ibadah formal Islam. Terdaftar sebagai orang yang rajin MENGHAFAL ayat Alquran dan Hadis. Kemudian terdaftar sebagai orang yang rajin MENGHAFAL kitab-kitab Fiqh (hukum klasik) Abad silam. Terdaftar suka mengutip nama-nama ulama tradisional sepanjang sejarah Islam.
Sejauh yang saya pahami, Islam dalam makna hakikinya sangat menarik. Yang artinya selamat. Menjadi manusia yang selamat. Tunduk dan patuh pada Tuhan (hablum minallah). Dan membuktikannya dalam kehidupannya sehari-hari. Baik dalam diri pribadi apalagi dalam interkasi sosial (hablum minan nas).
Akan tetapi ada juga umat Islam yang tidak terbukti nilai-nilai Kesilaman itu dalam pergaulan sosial. Termasuk dalam pergaulan online di Kompasiana ini. Sebagai media sharing gagasan, Kompasiana kiranya merupakan wadah yang menarik. Dimana berkumpul banyak penggila maya dari berbagai penjuru tanah air. Mulai dari yang muda sampai yang tua. Dengan latar belakang yang berbeda-beda. Semua itu memberi warna yang saling melengkapi dalam sebuah dinamika saling berbagi dan berdiskusi.
Tapi apa yang terjadi?
Kenyataannya makna dan visi dari Kompasiana ini belum tercapai secara makasimal. Karena ditangan sebagian Kompasianer, dalam hal ini Kompasianer yang sering diskusi agama, menjadikan media ini sebagai ajang caci maki. Perang mulut maya. Saling lempar granat kata-kata alias menggambarkan bahwa mekrea tidak berIslam dengan otak.
0 komentar:
Posting Komentar
Kirim Komentar anda melalui akun google...
Kalau belum punya, silahkan buat dulu...