Powered By Blogger

Profile

Foto saya
Just the notes to make my mind development as a journal.

Kelemahan Lintas Agama

| Minggu, 19 Juni 2011 | |


Kenapa saya tidak ikut-ikutan kegiatan lintas agama? Karena lintas agama menempatkan manusia di dalam kotak-kotak. Jadi, ada kotak islam, kotak kristen protestan, kotak kristen katolik, kotak hindu, kotak buddha dan kotak konghucu. Semuanya main kotak. Kalau anda tidak kotak, maka anda tidak bisa ikut-ikutan kegiatan lintas agama. Saya bukan kotak, saya manusia biasa, makanya saya tidak bisa dan tidak mau ikut-ikutan kegiatan lintas agama.

Jadi, secara umum, orang lintas agama diharapkan agar menjadi orang beragama yg baik, yg bisa hidup rukun dan damai dengan orang beragama lainnya. Dan itu merupakan asumsi yg memuakkan bagi saya. Kenapa? Karena tanpa beragama pun orang bisa hidup rukun dan damai dengan tetangga. Tidak saling mengganggu. Tidak membunyikan TOA masjid sejadi-jadinya dengan alasan untuk menyenangkan hati Allah SWT. Kita bisa menjadi manusia luhur dan bermartabat tanpa ikut-ikutan masuk kotak agama.

Pada pihak lain, saya juga bisa berargumen, bahwa untuk apa ikut-ikutan kegiatan lintas agama kalau kita bisa langsung mencapai tujuan. Tujuan akhir dari lintas agama adalah puncak dari spiritualitas, yaitu agnostisme dan ateisme. Kalau sudah agnostik dan ateis, maka kita tidak perlu lagi pakai agama. Nah, kalau akhirnya kita tidak akan pakai agama, kenapa sekarang harus galang-gulung dengan orang beragama? Kenapa harus masuk kotak sebagai orang beragama juga? Kenapa harus memperlihatkan diri sebagai orang yg cinta damai dengan label agama? Kalau semuanya bisa dilakukan tanpa agama, ya sudah. Langsung saja tidak pakai agama. Langsung saja jadi orang agnostik dan ateis. Gitu aja kok refot?

Tokoh lintas agama Indonesia yg paling terkenal adalah Gus Dur. Dan saya cukup maklum kenapa Gus Dur ikut-ikutan begituan. Dia ini kan guru, dia mau mengajarkan kepada banyak umat islam bahwa semua agama itu sama. Sama baiknya dan sama jeleknya. Kurang lebih seperti itu. Dan jangan salah kaprah dengan berpikir bahwa Gus Dur tidak pernah bilang agama jelek. Secara implisit, Gus Dur bilang islam itu jelek. Kalau islam itu bagus, maka tidak perlu direformasi. Tetapi Gus Dur ingin mereformasi islam, makanya dia sering guyon tentang Islam, dan juga tentang agama-agama lain. Gus Dur mau orang mengerti bahwa semua agama itu ada baiknya dan ada jeleknya.

Tokoh kedua adalah teman kita Anand Krishna. Berlainan dengan Gus Dur, teman saya kenal dengan Anand Krishna langsung. Dia datang ke rumahnya. Dan benar, disana memang banyak patung berhala. Ada berhala hindu, ada berhala buddha, dan ada juga berhala kristen. Ada patung Siwa, ada patung Buddha, dan ada patung Yesus. Tetapi tentu saja tidak disembah. Mereka cuma menjadi penghias ruangan saja. Orang islam yg berpikir patung-patung itu disembah adalah orang yg sudah dicuci otak. Bersih mengkilap. Mereka tidak tahu bahwa berhala itu cuma menjadi penghias ruangan. Tidak ada berhala yg disembah. Semuanya benda mati. Tetapi Anand Krishna punya itu. Banyak di rumahnya. 

Apakah Anand Krishna beragama? Setahu saya dia penganut buddhisme. Tetapi Anand Krishna sudah jauh lebih dari sekedar penganut buddhisme. Menurut saya dia sudah menjadi orang universal. Agnostik. Agnostik artinya tahu bahwa segalanya itu cuma simbol saja. Merujuk kepada bermacam jenis kesadaran di dalam pikiran manusia. Ada kesadaran jenius, dan itu disimbolkan oleh Ganesha. Ada kesadaran feminin, dan itu disimbolkan oleh Durga. Ada kesadaran egaliter, dan itu disimbolkan oleh Yesus. Dan ada kesadaran welas asih yg disimbolkan oleh Dewi Kuan Im. Semuanya simbol saja, ada di dalam pikiran kita sendiri. Dan tidak perlu disembah.

Ada pula Allah. Allah ini simbol dari kesadaran kemaruk. Merasa benar sendiri. Orang yg ingin benar sendiri dan masuk ke bawah tempurung saya sarankan menyembah Allah. Dalam bahasa inggris, Allah adalah God. Dan itu bukan Tuhan. Dalam bahasa inggris, Tuhan disebut the Lord. The Lord ini bisa apa saja. Bisa perempuan juga. Bisa lesbian juga. Bisa homo juga. Tuhan bisa berbentuk apa pun. Tetapi kalau sudah disimbolkan sebagai Allah atau God, maka kemungkinan besar itu adalah kesadaran yg kemaruk. Yg suka mengancam as well as mengumpulkan amal ibadah manusia.

Ada pula Musdah Mulia yg, jujur aja, saya selalu anggap sebagai seorang lesbian, walaupun dia menikah. Paling tidak saya merasa dia seorang biseksual. Dan tentu saja itu tidak apa sebab yg bisex juga banyak. Kemungkinan saya juga bisex. Musdah Mulia memperoleh banyak penghargaan dari luar negeri. Tetapi di dalam negeri dianggap sebagai musuh dalam selimut. Pedahal, mungkin, lebih enak dianggap sebagai teman dalam selimut. I have nothing against her. Tetapi dia tetap islam. Tetap di dalam kotak.

So, untuk apa menjadi orang lintas agama kalau ternyata tetap hidup di dalam kotak-kotak? Tetapi itu tentu saja tidak dilarang, kalau mau. Gus Dur menjadi tokoh lintas agama, dan tetap hidup di dalam kotak islam, walaupun saya merasa Gus Dur itu bukan islam. Dia orang universal. Gus Dur tetap islam untuk menjadi tokoh pembaharu bagi dunia islam yg masih terbelakang. Anand Krishna menurut saya sudah tidak pakai agama, tetapi dia masih memegang semua agama dengan harapan agar orang bisa menerima semua agama juga dan akhirnya menjadi orang universal. Menurut saya itulah motivasinya. Kalau Musdah Mulia, dia ingin memperbaharui islam dari dalam. So, ketiga orang ini semuanya ingin membawa perubahan. Dan mereka ingin membawa perubahan dari dalam. Dari dalam kotak. Manusia dimasukkan ke dalam kotaknya masing-masing. Setelah itu diberikan kuliah agar bisa hidup rukun dan damai dengan manusia yg hidup di kotak-kotak lainnya.

Saya tidak begitu. Saya bilang, kalau kita bisa buang agama dari sekarang, ya buang saja. Kita tidak pakai lagi kotak. Kita bukan manusia kotak. Kita manusia biasa saja. Kita lahir tanpa agama, dan kita akan mati tanpa agama pula. And that's the reason, kenapa saya tidak ikut-ikutan kegiatan lintas agama. Saya tidak mau masuk kotak. Emangnya gue apaan?

Ada pula Franz Magnis Suseno yg diharapkan mewakili kristen katolik. So, di dalam acara-acara lintas agama, orang-orang ini akan duduk berderet-deret, dan bergantian pidato, biasanya tentang kerukunan umat beragama. Bisa dibayangin gak? Gus Dur maju lalu pidato tentang pentingnya kecilin suara TOA. Lalu Anand Krishna bicara tentang berbagai nama tuhan. Lalu Musdah Mulia bicara tentang pentingnya merukunkan diri dengan lesbian beragama islam. Lalu Franz Magnis Suseno berbicara tentang perlunya orang kristen menyisihkan sebagian duit untuk dibelikan indomie, yg akan dibagikan kepada orang islam tanpa mengharapkan pamrih apapun, walaupun akhirnya dituduh melakukan kristenisasi. Kurang lebih begitulah suasananya. Dan saya tidak suka itu.

Kalaupun saya bicara, saya tidak akan berbicara tentang agama. Dari awal saya bilang saya tidak pakai agama. Saya orang sekuler. Saya bilang semua agama itu buatan orang, tidak ada Jibril yg datang dari atas langit bawa ayat. Kalau orang mau percaya itu tentu saja boleh. Kita tidak dilarang percaya Jibril datang bawa ayat atau pun percaya Spiderman akan menyelamatkan manusia. Walaupun ada bedanya juga. Jibril bawa ayat merupakan bagian dari agama, sedangkan Spiderman menyelamatkan umat manusia bukan bagian dari agama. Pedahal secara essensial keduanya sama persis. Sama-sama kisah buatan manusia. Fiksi.

Kalau saya bilang bahwa semua agama buatan manusia, akankah saya diterima berbicara di perhelatan lintas agama? Menurut saya tidak. Lintas agama di Indonesia masih dalam tahap pengkotakan. Semua manusia harus masuk kotak. Ada kotak islam, kotak kristen, kotak hindu, kotak buddha, kotak konghucu. Sangat disayangkan, kotak agnostik dan kotak ateis tidak ada. Agnostik dan ateis tidak dianggap. Pedahal orang spiritual tingkat tinggi adalah yg telah mencapai agnostisme dan ateisme. Yg masih berada di dalam kotak agama adalah orang spiritual kelas rendah. So, bagaimana mungkin saya ikut-ikutan kegiatan lintas agama? Semua orang harus masuk kotak seperti anak TK. Berpura-pura jadi orang baik. Saling menasehati untuk rukun. Pedahal tanpa agama kita semua sudah bisa rukun. Kita bisa berbagi dengan satu sama lain tanpa bawa agama. Pakai agama maupun tidak, semua manusia tetap manusia. Manusia biasa saja.

Kelemahan lain dari lintas agama adalah tumpulnya sikap kritis. Memang lintas agama berusaha untuk reformasi agama, tetapi dari dalam. Orang beragama lain diharapkan untuk tidak mengkritik. Islam tidak bisa mengkritik kristen. Kristen tidak bisa mengkritik islam. Hindu tidak bisa mengkritik buddha. Buddha tidak bisa mengkritik konghucu. Pedahal sikap kritis itu diperlukan. Setiap orang seharusnya bisa mengkritik setiap agama yg ada. Agama itu barang jualan. Bebas dilepas untuk dibeli di pasar. Karena itu barang jualan, maka setiap calon pembeli berhak untuk menilai. Kalaupun kita tidak jadi beli tidak apa-apa. Tetapi kita tidak bisa dilarang untuk bilang bahwa sebagai barang jualan, islam itu jelek. Sebagai barang jualan, kristen itu jelek. Hindu itu jelek. Buddha itu jelek. Tetapi sebagai aktivis lintas agama, orang-orang yg masuk kotak itu diharapkan untuk tutup mulut tentang barang dagangan tetangganya. Mereka cuma diharapkan untuk bersikap kritis terhadap barang dagangannya sendiri. Itu kan lucu.
Doa Lintas Agama untuk Almarhum Gus Dur


Lagipula, bisa saja ada orang lintas agama yg menyerukan kerukunan antar umat beragama, tetapi di belakang layar tetap saja bilang bahwa Al Quran merupakan kitab yg paling sempurna. Dia menyohorkan Al Quran sebagai pengganti Taurat, Zabur dan Injil yg menurutnya sudah out of date. Yg paling up to date adalah Al Quran. Memang dia bukan teroris, tetapi dia tetap saja jualan. Kerukunan antar umat beragama merupakan bagian dari jualan dia. Dia mau jualan islam yg damai. Dan itu tentu saja tidak dilarang. Tidak haram. But it's not my taste. Bukan selera saya. Saya juga menyerukan kerukunan antar umat beragama, tetapi saya lebih menyerukan ditinggalkannya agama. Agama-agama itu menyesatkan, tidak mau mengakui bahwa manusia bisa hidup tanpa agama. Saya menyerukan ditinggalkannya agama. Buang saja. Kita bisa menjadi manusia paska modern yg tercerahkan tanpa perlu masuk agama. Tanpa perlu masuk kotak. Tanpa perlu menyerukan kerukunan ini dan itu, dan pada saat yg sama membanggakan agamanya sendiri. Kita tidak perlu itu. Kita bukan orang munafik.





0 komentar:

Posting Komentar

Kirim Komentar anda melalui akun google...
Kalau belum punya, silahkan buat dulu...