Powered By Blogger

Profile

Foto saya
Just the notes to make my mind development as a journal.

Bahasa Indonesia Bahasa yang Jelek

| Rabu, 05 Januari 2011 | |
Sobat PAI. Community,
“Bahasa menunjukkan bangsa”. Topik ini bukanlah suatu hal yang baru ada ratusan artikel yang sudah mengulasnya. Untuk di kompasiana saja sudah ada puluhan artikel yang berkaitan dengan topik tersebut. Beberapa artikel tersebut berbicara mengenai keprihatinan dari para penulis mengenai cara berbahasa masyarakat kita. Mariska Lubis dalam artikelnya berjudul ‘Bahasa Menunjukkan Bangsa’ mengemukakan bahwa saat ini begitu banyak yang bangga jika berbahasa dengan menggunakan bahasa asing dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Beberapa waktu lalu, Karni Ilyas pada akun twitternya juga menuliskan keprihatinannya tentang keterjajahan bangsa Indonesia karena penggunaan bahasa asing yang berlebihan pada fasilitas-fasilitas umum seperti bandara, yang sebenarnya penggunanya juga masih banyak orang Indonesia. Memiliki kemampuan berbahasa asing memang sangat dibutuhkan di era globalisasi saat ini, tetapi penggunaannya harus pada tempatnya dan pada orang yang tepat.
Masyarakat kita saat ini sangat gemar sekali untuk menggunakan bahasa yang bercampur antara bahasa Inggris dan Indonesia. Kekaguman masyarakat kita terhadap bahasa Inggris akhir-akhir ini tampak semakin menjadi-jadi, tapi kekaguman itu hanya sebatas untuk mencampur penggunaan bahasa tersebut dengan bahasa Indonesia supaya kelihatan sebagai bagian dari masyarakat yang mengikuti perkembangan globalisasi. Penggunaan bahasa Indonesia-Inggris ala “Cinta Laura” atau “Ciklish” (Cikeas English) ini pun bahkan ditunjukkan oleh pemimpin negeri ini.  Kondisi yang terjadi ini sebenarnya merupakan gambaran dari masyarakat kita yang sedang berdiri diatas kaki yang pincang. Di satu sisi kita belum memahami dengan baik dan benar bahasa Indonesia itu sendiri. Namun di lain pihak kita ingin dianggap bagian dari globalisasi dengan menggunakan istilah-istilah berbahasa Inggris yang sesungguhnya juga tidak digunakan secara baik dan benar.
Banyak masyarakat kita sendiri yang memiliki perbendaharaan kata-kata dalam bahasa Indonesia yang masih minim. Hal ini menyebabkan ada beberapa kata-kata tertentu yang sesungguhnya baku di dalam bahasa Indonesia namun terasa lebih asing dari bahasa asing di kalangan masyarakat kita. Ingin bukti apakah anda yang membaca artikel ini juga memahami bahasa Indonesia yang baik dan benar? Ada yang tahu padanan kata efektif dan efisien di dalam bahasa Indonesia? Dua kata ini begitu sering kita gunakan, efektif dan efisien merupakan serapan dari kata aslinya effective dan efficient dalam bahasa Inggris. Tapi kita tidak tahu apa padanannya dalam bahasa Indonesia. Jika anda telah mengetahuinya anda pasti akan tersenyum-senyum mendengarnya dan akan merasa enggan untuk menggunakannya. Termasuk saya juga tentunya. Padanan kata efektif dan efisien di dalam bahasa Indonesia adalah ‘mangkus’ dan ’sangkil’! Dua kata ini ada di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Apa yang anda pikirkan tentang kedua kata ini, terasa aneh dan janggal bukan? Maukah anda menggunakannya dalam tulisan-tulisan Anda? Yakinlah semua yang membaca tulisan anda akan tersenyum, bahkan tertawa dan tidak mengerti. Tulisan anda pun akan menjadi tidak laku.
Apa yang terjadi di dalam masyarakat kita ini sebenarnya lebih disebabkan karena kita sebagai bangsa Indonesia enggan untuk mempelajari bahasa negaranya sendiri. Saya teringat dengan seorang dosen saya Prof. Suwardjono. Perhatian beliau terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar sangat tinggi. Bahkan dalam setiap mata kuliah yang diberikannya beliau selalu menyisipkan pembahasannya mengenai aspek kebahasaan. Upaya beliau yang gigih dalam memberikan kontribusi penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam penyusunan standar dan istilah-istilah akuntansi juga sangat tinggi. Upaya ini tak jarang mendapatkan celaan dari rekan-rekannya. Beliau juga sudah menyusun artikel-artikel tentang ejaan yang baik dan benar untuk kepentingan akademis. Oleh salah seorang rekannya, kumpulan artikel ini disebut sebagai ejaan SWD (Suwardjono), dan ungkapan itu ternyata dipergunakan oleh Prof Suwardjono di sampul kumpulan artikelnya tersebut.
Salah satu ungkapan yang sering beliau ucapkan sebagai bahan sindiran adalah “bahasa itu yang penting mengerti maksudnya, untuk apa harus berbahasa dengan baik dan benar”. Kalimat tersebut merupakan sindiran atas keprihatinan beliau terhadap cara berbahasa masyarakat Indonesia yang sangat membangga-banggakan bahasa asing. Setiap kali beliau memberikan kuliah ataupun berbicara tidak pernah sekalipun saya mendengar perkataannya yang mencampur adukkan bahasa Indonesia dan Inggris ala Cinta Laura atau Ciklish yang tidak semestinya, kecuali memang jika hal itu diperlukan untuk menyebutkan istilah-istilah akademis. Meskipun demikian, ketika beliau berbicara dalam bahasa Inggris, ucapan yang disampaikan terdengar di telinga saya hampir menyerupai penutur asli. Kata-kata dalam bahasa Inggrisnya tersusun begitu rapi dengan tekanan suara yang sesuai.
Begitulah kondisi penggunaan bahasa Indonesia di negeri ini. Bahasa Indonesia terasa kurang ‘keren’ dan indah terdengar di telinga. Bahasa Indonesia dianggap jelek. Banyak kata-kata di dalam bahasa Indonesia yang dicoba dicari padanannya di dalam bahasa Inggris untuk kemudian dipopulerkan dan diserap dengan alasan kata serapan tersebut jauh lebih halus. Tidak ada salahnya memang untuk melakukan penyerapan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia. Cara seperti itu juga dilakukan oleh Jepang untuk memperkaya kosakata dalam bahasanya. Namun demikian sungguh sangat ironis ketika kosakata yang ada di dalam bahasa Indonesia sendiri mengalami peyorasi (pemburukan makna) dibandingkan dengan padanannya dalam bahasa asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia. Sebagai contoh kata penis dan vagina. Apakah ada padanan yang sesuai dalam bahasa Indonesia dan terdengar halus di telinga untuk kedua kata ini? Saya rasa sulit untuk menemukannya. Anda bisa menyebutkannya sendiri. Semua padanan kata untuk kedua kata ini dalam bahasa Indonesia telah mengalami pemburukan makna. Hal ini mungkin diakibatkan karena ada padananannya dalam bahasa Inggris yang telah diserap. Padahal obyek yang ditunjuk oleh kedua kata ini sama saja, mau dalam bahasa Inggris ataupun Indonesia tetap juga menunjuk pada alat kelamin. Tapi tetap saja bahasa Indonesia terasa lebih jelek. Bukan hanya itu saja, masih banyak lagi contoh lainnya. Penggunaan kata koruptor terasa lebih halus dan manusiawi. Penggunaan kata maling, garong, perampok, pencuri dianggap buruk dan lebih hewani. Barangkali penggunaan  kata koruptor inilah yang menyebabkan identitas seorang koruptor masih lebih terhormat. Seharusnya kita panggil saja koruptor itu dengan garong.
Tidak hanya penggunaan bahasa Indonesia secara lisan, penggunaan bahasa Indonesia dalam tulisan pun kian memperihatinkan. Jika anda sering melakukan blogwalking, anda juga akan dengan mudah menemukan berbagai kesalahan dalam bahasa tulis. Mulai dari penggunaan titik koma yang tidak tepat hingga pada konten penulisan yang tidak memperhatikan etika dan sopan santun dalam bahasa tulis. Bahkan untuk penempatan kata awalan “di” saja masih banyak yang melakukan kesalahan. Kerusakan dalam berbahasa semakin diperparah dengan munculnya bahasa-bahasa alay dan penggunaan huruf besar dan kecil yang tidak pada tempatnya dalam bahasa tulis di kalangan remaja. Dari beberapa kondisi yang saya amati, tulisan-tulisan yang menggunakan bahasa Indonesia yang baik kurang digemari apalagi di kalangan remaja.
Ada baiknya kita sebagai bangsa Indonesia mengapresiasi upaya yang dilakukan oleh pemerintah China untuk melarang penggunaan bahasa Cinglish (Cina dicampur Inggris). Penggunaan bahasa Cinglish dinilai akan merusak kaidah-kaidah dan nilai budaya dalam bahasa China. Pelarangan ini sudah diberlakukan untuk media radio dan televisi. Bagaimana dengan bahasa Indonesia? Mungkin saja suatu waktu di masa depan nanti, bahasa Indonesia akan hilang dari muka bumi karena dianggap jelek oleh penuturnya sendiri. Bahasa Indonesia mungkin nanti akan berubah menjadi bahasa Indolish, Cinta Laura atau Ciklish!. Pernyataan ini bukan mengada-ada, UNESCO pernah mengemukakan bahwa rata-rata dalam dua minggu satu bahasa lenyap dari muka bumi!.
6 Januari 2011

0 komentar:

Posting Komentar

Kirim Komentar anda melalui akun google...
Kalau belum punya, silahkan buat dulu...